Monday, January 2, 2012

Pesona Batik Gentongan Madura

Batik gentongan asal Kota Madura boleh dibilang kalah pamor dengan batik Pekalongan, apalagi batik Yogyakarta. Namun, siapa sangka batik ini sudah lama tersohor hingga mancanegara karena keunikannya. Perajin batik gentongan pun tidak sembarang bisa ditemukan. Pembuatan batik ini hanya ada di Pulau Madura Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Bangkalan, yang langsung terhubung dengan Surabaya oleh Jembatan Suramadu.

Siti Maimonah merupakan salah satu perajin batik gentongan. Ditemui SH beberapa waktu lalu di Jakarta pada acara pameran UKM Indrocaft, dia banyak bercerita mengenai pembuatan batiknya yang memakan waktu sampai setahun untuk membuat satu batik gentongan yang indah.
Ciri khas batik pesisir dengan warna-warna berani dan corak bebas begitu kentara. Hingga sekarang produksi batik yang masih menganut cara-cara tradisional itu masih berlanjut. Kebiasaan masyarakat di Tanjung Bumi dalam membatik ternyata cukup unik.

Proses pembuatan batik meliputi beberapa tahap. Pertama kain mori putih yang hendak digunakan akan direndam dalam air bercampur minyak dempel dan abu sisa pembakaran kayu dari tungku. Proses perendaman ini dilakukan selama satu hingga dua minggu. Setelah direndam kain kemudian dicuci, ini untuk menghilangkan zat yang melekat pada kain bawaan dari pabrik. Setelah kering, kain tersebut akan dikanji. Bahan yang digunakan untuk pengkanjian ini sagu dari ubi kayu.

Setelah selesai tahap ini, kain mulai digambar. Berturut-turut tahap berikutnya adalah di-isen, di-kurik, dan ditembok. Fase ini merupakan pemasangan malam pada kain sebelum kemudian diwarnai. Proses selanjutnya adalah pewarnaan, yang bisa berlangsung hingga dua kali.

Setelah pewarnaan, kain batik tersebut di-lorot. Proses ini merupakan usaha untuk menghilangkan malam yang melekat pada kain, yaitu dengan memasukan kain ke dalam air mendidih. Terakhir, adalah menjemur di tengah terik sinar matahari. Tak heran melihat proses yang begitu memakan waktu, batik gentongan asli buatan tangan Maimunah ini dihargai Rp 1–6 juta per potongnya. “Batik ini kering, tetapi kelihatan basah kalau yang benar, ini disikat siram lagi masuk air sampai enam bulan. Batik ini paling laris,” katanya.

Dalam mengelola usaha kecil menengah yang dia beri nama Pesona Batik Madura, Maimonah mengaku dibantu sekitar 245 perajin dan 24 pegawai. Tak ayal, produksi batiknya kini sudah merambah seluruh Tanah Air, bahkan sudah masuk pasar Jepang. Di Jakarta sendiri batik gentongan bisa ditemui di Jalan Pondok Pinang Jakarta Selatan dan Seibu Department Store Grand Indonesia.

Selain itu, batik ini juga menjadi primadona kalangan pejabat. Tak tanggung-tanggung, kata dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sering memakai batik buatannya dalam berbagai kegiatan. “Bapak Presiden sudah lama berlangganan. Pak Presiden mengenakan batik tersebut saat meresmikan Jembatan Suramadu dua tahun lalu. Pejabat-pejabat lainnya juga ikut memakainya. Bagi saya yang terpenting melestarikan batik Madura,” ujarnya dengan bangga.
Maimonah mengatakan, perajin batik gentongan di kota asalnya saat ini sudah mulai berkurang jumlahnya. Untuk itu, dia membuat sekolah batik gentongan bagi anak-anak dari usia sekolah dasar sampai sekolah menengah. “Saya juga mengajar kursus batik. Alhamdulillah sekarang sudah ada 30 murid,” tuturnya.

Maimonah ingin melestarikan batik gentongan karena batik ini lain dari yang lain. Batik gentongan menurutnya mempunyai nilai lebih dalam tradisi batik Madura. Disebut gentongan karena pada proses pewarnaannya direndam dalam wadah gentong selama dua bulan.

Kabarnya setelah direndam, lembaran batik tersebut kemudian disikat. Selain untuk membersihkan malam yang tersisa, juga agar warna lebih awet melekat pada kain. Tak heran bila batik ini bisa berumur hingga puluhan tahun lebih, dengan warna yang awet.

“Sek Malaya kain bermotif kuno berusia 200 tahun ini merupakan salah satu koleksi kami. Sek Malaya yang berarti Laut Bergelora dalam bahasa Madura adalah imajinasi perempuan perajin batik, yang sedang menanti kepulangan suaminya dari melaut. Kain berusia 200 tahun ini memiliki karakter khas warna merah dan biru,” katanya.

0 komentar:

Post a Comment