Wednesday, June 15, 2011

Dari Kotoran Sapi Terkenal ke Mancanegara

Awalnya ide membuat kotoran sapi menjadi ladang duit dari Syammahfuz Chazali adalah dari kamar mandi. Idc itu muncul, saat ia di kamar mandi terlintas di benaknya apakah kotoran manusia bisa bermanfaat bagi orang lain dan sekitarnya tahun 2006 lalu. Itulah yang membawa dia mengolah kotoran sapi menjadi hatian baku membuat keramik, gentong, bata, dan genteng yang sangat digemari pasar lokal dan luar negeri.

Berkat kotoran sapi. Syam meraih banyak penghargaan. Ia pernah masuk delapan besar nominator Wirausaha Muda Mandiri Regional Jateng-DIY dan 50 besar peserta Intensive-Student Technopreneurship Program RAMP. Syam juga menggondol juara I Lomba Bisnis Plan Pemuda dan Olahraga pada 2007. Syam pun pernah menerima penghargaan Rektor UG M sebagai Mahasiswa Berprestasi di Bidang
Kewirausahaanpada 2007. Bahkan dirinya sampai Amerika Serikat, saat Tim Prasetiya Mulya- Businees School (PMBS) membawa dirinya meraih juara pertama di Global Social Venture Competition, April 2009. Kompetisi rencana bisnis pemanfaatan limbah ini digelar di Universitas Berkeley, Amerika Serikat.

Bata buatan Syam menggunakan kotoran sapi dengan kadar 75%. Sisanya, proses pemanasan biogas. Proses ini mampu menggantikan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran saat memproduksi bata dari tanah liat. "Saat menang itu, saya dan teman-teman diliput media massa di sana. Akhirnya banyak perusahaan mengenal kami," tutur Syam.

Di AS, banyak orang mengomentari EcoFaeBrick. "Alhamdulilah, bagus. Mereka berpikir kotoran sapi bisa jadi solusi bagi negara yang menghasilkan CO2 tinggi," ungkap Syam.

Sayangnya, penghargaan itu cuma jadi lambang. Syam tak pernah menerima dana untuk mengembangkan usahanya. Tidak dari perusahaan swasta, tidak juga dari pemerintah. "Padahal, kalau pemerintah mau membantu, kami bisa menembus pasar luar negeri," kata Syam.

Dia ingat betul, saat produknya yang diberi nama Facrumnesia 7G baru lahir, Syam menghampiri sebuah bank. Ia minta pinjaman modal. Tapi, bank itu menolak permintaannya dengan berbagai alasan. Akhirnya, dengan tertatih-tatih, Syam mengumpulkan modal dari kemenangannya di berbagai kompetisi.

Hingga akhirnya terkumpul Rp 4,5 juta sebagai modal awal, yang digunakan untuk membeli bahan baku dan menyewa alat. Syam pun bekerja sama dengan seorang perajin di Godean. "Sekarang saat saya sudah produksi, sudah punya omzet besar, bank-bank itu datang ke saya menawarkan bantuan. Saya tolak semuanya," kata Syam.

Selain sibuk memproduksi bata, Syam juga harus meladeni permintaan beberapa perusahaan dari dalam dan luar negeri. Perusahaan-perusahaan itu hendak mengadopsi ide pemanfaatan kotoran sapi. Perusahaan-perusahaan di luar negeri itu, antara lain dari Kenya, India, Meksiko, Venezuela, Italia, Belanda, dan Amerika Serikat. "Yang paling berminat itu perusahaan dari India. Dia sudah hubungi saya berkali-kali," kata Syam yang lahir di Medan, 5 November 1984 itu.

0 komentar:

Post a Comment