Wednesday, July 13, 2011

Kredit Perbankan Solusi Terakhir Kembangkan Koperasi dan UMKM

Jumlah wirausahawan Indonesia sejauh ini sangat jauh dari kondisi ideal. Karena hanya setara dengan 0,18 persen atau setara 432.000 dari total populasi penduduknya. Padahal angka idealnya, jumlah seharusnya adalah lima persen pengusaha dari total penduduk atau sekitar 12 juta orang. Sejauhmana peran pemerintah melalui suntikan kreditnya dapat mengembangkan pengusaha kecil kita tersebut?

Di Indonesia, mungkin orang sudah akrab dengan istilah KUR (Kredit Usaha Rakyat), yang digulirkan pertama kali tahun 2007 silam. Kala itu, dicanangkan sebagai fasilitas pembiayaan Koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah UMKM (Kop dan UMKM) yang bergerak di sektor usaha produktif. Antara lain sektor pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan dan jasa keuangan simpan pinjam.


Namun, sejauhmana sebenarnya peran dan juga perkembangan dari penyaluran kredit ini. Pada 2007, KUR per 31 Desember 2008 terealisasi sebesar Rp 12.624,1 miliar untuk 1.671.630 debitur atau rata-rata kredit per debitur Rp7,55 juta. Sedangkan, realisasi KUR per 30 Nopember 2008 sebesar Rpl2.012,7 miliar untuk 1.566.859 debitur atau rata-rata kredit per debitur Rp7,67 juta.

Di periode ini, realisasi kredit meningkat sebesar Rp611,4 miliar atau 5,09 persen dan debitur meningkat sebanyak 104.771 setara 6,69 persen dan rata-rata kredit menurun sebesar RpO,12 juta atau minus 1,50 persen.

Dan pada musim pertamanya ini, KUR hanya ditugaskan kepada bank-bank berstatus badan usaha milik negara (BUMN) alias berplat merah. Mereka ini berjumlah total enam bank, yaitu Bank BNI BRI, Bank Mandiri, Bank BTN, Bank Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. Kredit ini sendiri dijamin oleh PT Asusanri Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Jaminan Asuransi Kredit lndo-nesia (Jamkrindo).

Namun dejigan baiknya progres penyalurannya, KUR mencoba mengembangakan diri. Belakangan, bank pembangunan daerah (BPD) pun turut bergabung, yang sampai data terakhir tercatat ada 13 BPD sebagaipenyalur KUR.

Progres ini dapat dilihat dari perkembangan data berikut. Perkembangan KUR sampai dengan Desember 2010 lalu, tercatat sebesar Rpl3.107.16 triliun. Sedangkan, awal Januari hingga 29 April 2011 tercatat sebesar Rp8,337 triliun. Sementara, total jumlah debitur pada periode yang sama telah mencapai 613.182 debitur.

Ini berarti, dari total target realisasi tahun ini yang sebesar Rp20 triliun, dari awal Januari hingga 29 April 2011, capaian enam bank dan 13 BPD itu sudah mencapai sekitar 41,7 persen. Sedangkan berdasarkan realisasi bulanan, pada Januari lalu direalisasikan KUR sebesar Rp 1,868,3 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 152.275 debitur.

Untuk Februari, KUR yang disalurkan sebesar Rp 1,896 triliun dengan jumlah debitur 147.493. Dan pada Maret, KUR telah disalurkan sebesar Rp2,680 triliun untuk 164.420 debitur. Sementara pada 1-21 April, KUR tersalurkan sebesar Rp 1,602 triliun dengan 124.618 debitur.

Sedangkan, bank penyalur KUR terbesar masih dipegang PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Bank BRI], yang mencapai Rp5,558 triliun, sebagian besar disalurkan ke sektor mikro sebesar Rp4,467 triliun dan sisanya ke sektor ritel senilai Rpl ,091 triliun. Selanjutnya, berturut-turut, bank penyalur KUR terbesar lainnya adalah 13 BPD dengan penyaluran KUR sebesar Rp 1,163,5 triliun, sedangkan PT Bank Negara Indonesia Tbk (Bank BNI) menyalurkan KUR senilai Rp712,8 miliar dan PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) sebesar Rp4 91,7 miliar.

Selain itu, Bank Syariah Mandiri (BSM) menyalurkan KUR senilai Rp227,3 miliar, Bank Bukopin menyalurkan KUR sebesar Rp90,5 miliar dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (Bank BTN) sekitar Rp93 miliar. Yang Bappenas, 80 persen dari KUR ini sendiri disalurkan untuk pelaku usaha di sektor perdagangan dan sisanya disalurkan untuk sektor pertanian dan sebagainya.

Sedangkan Data Bank Indonesia (BI) per April 2011, menunjukkan penyalu-ran kredit industri perbankan mencapai Rpl.819 triliun, atau naik 23,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rpl .469 triliun Sedangkan perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mencapai Rp2.318 triliun.

Bahkan, menurut angka dari Bappenas, pihaknya telah menyalurkan bantuan mikro kredit kepada 19 bank baik BUMN maupun BPD. Dengan nilai total dari bantuan microfinance yang disalurkan pada usaha mikro itu sendiri sudah mencapai angka Rp40 triliun sejak 2007.

Untuk per Mei 2011, KUR dari empat bank plat merah serta 13 BPD telah tersalurkan kepada 771.818 debitur. Bank BRI merupakan bank penyalur KUR terbesar, yakni senilai-Rp6,9 triliun atau 62,67 persen dari total penyaluran KUR selama 5 bulan pertama 2011. Non Performing Loan (NPL) atau kredit macetnya di bawah 5 persen. Tiga daerah penyerap KUR terbesar adalah Jawa Timur yakni sekitar 17 persen atau Rp 1,82 triliun, Jawa Tengah 14 persen atau Rp 1,49 triliun, dan Jawa Barat 14 persen atau Rp 1,43 triliun.

Sedangkan untuk peran PT Permodalan Nasional Madani (PNM), menurut laporan keuangan audited, BUMN yang bergerak dalam pembiayaan un-tuk pengembangan UMKM itu, mencatatkan aset Rp3,35 triliun atau naik dari 2009 sebesar Rp2,8 triliun Aset terbesar PNM berasal dari piutang kredit yang diberikan kepada UMKM dengan total Rp2,38 triliun sedangkan kas dan setara kas PNM turun dari Rp729,87 miliar menjadi Rp688 mili ar per 2010. Pinjaman PNM dari bank selama 2010 juga meningkat menjadi Rp2,16 triliun dari tahun sebelumnya Rp 1,69 triliun.

Langkah kedepan Jika melihat capaian angka-angka yang dihimpun dari program-program pemerintah yang sudah dijalankan diatas, tentu itu merupakan angka yang menggembirakan. Indikator yang terpampang, menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun.

Tapi sepertinya angka-angka ini ndak menjadikan lega bagi beberapa kalangan untuk perkembangan sektor UMKM ke depan. Mereka berpendapat, suntikan dana yang menjadi andalan pemerintah dalam upaya pengembangan UMKM dinilai kurang mengena.

Karena sesungguhnya, para pengusaha UMKM yang berjumlah sekitar 99 persen dari total pengusaha di Tanah Air Namun kenyataannya, baru seki-tar delapan persen atau sebesar 52,7 juta pengusaha mikro kecil yang bisa menjangkau fasilitas permodalan kredit perbankan.

Ini tentu ironis dengan proporsi jumlah pengusaha UMKM yang ada. Seharusnya, tingkat keterjangkauan akses kredit lebih besar untuk mereka. Padahal di sisi lain, perannya juga tak kalah penting dalam meningkatkan roda perekonomian nasional. Yang nyatanya juga, dalam hantaman beberapa kali krisis ekonomi, mereka masih kukuh bertahan, tak terpengaruh.

Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang UMKM dan Koperasi Sandiaga S Uno, tidak melulu modal yang menjadi penghambat perkembangan dan pertumbuhan UMKM. Masih ada hal-hal lain yang menjadi faktor dasar penghambat.

Faktor dasar itu antara lain upaya penguatan jaringan global dalam pemberdayaan UMKM, terutama menyinergikan berbagai kebutuhan dan jaringan pemasaran antara Indonesia dan negara-negara potensial. Selain tentu saja penguatan manajerial dan kinerja yang bersifat internal UMKM itu sendiri juga harus terus dibina dan ditingkatkan.

"Sebenarnya, modal kapital ini merupakan formula terakhir. Yang palingpenting adalah peningkatan kapasitas dan jaringan pemasaran bagi mereka ini," ujarnya.

Jadi, pemerintah jangan menjadikan bantuan permodalan sebagai solusi utama. Beri mereka, pengusaha UMKM ka-ilnya, jangan langsung ikannya," imbuhnya.

Disinggung apakah dalam bantuan permodalan, seperti KUR, sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh para pengusaha UMKM. Bos perusahaan investasi Grup Saratoga ini mengatakan, para pengusaha kecil masih terbatas akses kredit perbankannya.

Para pengusaha masih banyak yang tidak tahu harus bagaimana dalam pengajuan kredit. Bahkan, ada sebagian pengusaha yang belum tahu adanya program-program bantuan modal dari pemerintah.

"Dalam hal ini, sosialisasi menjadi penting. Jangan sampai target program banyak yang terlewat," tegasnya.

Sedangkan menurut Pande Raja Silalahi, peneliti senior dari ICIS, melihat lebih kompleks dalam menyikapi program bantuan permodalan bagi usaha kecil ini.

Menurutnya, langkah pertama yang harus diperhitungkan adalah sejauhmana ketercukupan dana pemerintah yang akan dikucurkan dan sampai kapan.

Sehingga ada suatu blueprint yang jelas mengenai rancangan program itu sendiri. Kedua, dari segi prospektifitas usaha penerima. Apakah memang sudah tepat sasaran kredit itu dikucurkan? Jadi, harus ada kriteria penerima yang obyektif. Sehingga, peran pemerintah dalam hal ini juga sebagai mediator edukasi untuk penguatan kapasitas usaha mereka.

Ketiga, adalah kesiapan dari aparat maupun lembaga penyalur itu sendiri. Dalam hal ini, perbankan yang menjadi media penyalur kredit dituntut lebih memiliki kredibelitas dan profesionalitas dalam menjalankan program.

Bagaimanapun, yang menjadi sasaran program adalah masyarakat kecil. Jadi, tidak bisa pihak perbankan mencari untung finansial terhadap pelaksanaan program perkreditan tersebut.

"Harapannya kan untuk kemajuan ekonomi bangsa,. Jadi, seharusnya semua pihak memiliki kesadaran untuk turut berperan dalam rangka kemandirian ekonomi bangsa." pungkasnya. (cr-2)

0 komentar:

Post a Comment