Wednesday, July 27, 2011

Menginovasi Keripik Singkong Pedas

Apakah  Anda penggemar keripik singkong pedas? Sekarang ini ada banyak pilihan, ketika ingin membeli kudapan tradisional tersebut. Bahkan, keripik singkong pedas sudah menjadi salah satu oleh-oleh khas Bandung saat ini.

Keripik singkong sebenarnya bukan kudapan baru. Makanan ini sudah lama ada. Hanya, mungkin tidak terlihat eksklusif, karena lebih sering dijajakan pedagang kaki lima. Usaha mikro kecil menengah (UMKM) kudapan keripik pedas bisa berkembang, manakala produsen bersangkutan memiliki inovasi. Bukan hanya mempertimbangkan rasa, tetapi juga kemasan, pemasaran, dan tak kalah pentingnya kualitas produk.


Yuiin Yuntari, produsen keripik pedas di Desa Cidahu, Kabupaten Bandung Barat, melihat inovasi, kemasan, dan pemasaran merupakan hal utama dalam menggeluti usaha di bidang makanan. Dia telah menjadi produsenkeripik singkong pedas sejak 2008.

Pada tahap awal, mantan kepala desa tersebut hanya mampu memproduksi keripik singkong pedas sekitar 5 kuintal. Saat itu, pria kelahiran 58 tahun silam tersebut, masih menjadikan keripik sebagai usaha sampingan. Ia masih fokus menjalankan usaha sebagai produsen kerupuk, yang sudah digeluti sejak 1999.

"Saya awalnya memproduksi kerupuk. Ketika bahan baku melambung tinggi, saya berhenti membuat kerupuk dan serius memproduksi keripik," katanya, baru-baru ini.

Sedikit demi sedikit, peluang pasar keripiknya terbuka, seiring dengan meluasnya jaringan pemasaran, terutama untuk luar wilayah Cimahi dan Bogor. Akhirnya, produksi keripik ayah empat anak tersebut mencapai 2 ton per minggu.

Sebenarnya, Yuyun mampu mengolah hingga 6 ton keripik singkong pedas per minggu. Hanya saja, ia mengalami kendala keterbatasan modal.

Untuk memacu produksi, Yuyun memperkerjakan 16 pegawai dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Pada satu sisi, penambahan tenaga kerja membuat pro-duksi terus bertambah. Di sisi lain, Vtn vin merasa ditantang untuk menyejahterakan karyawannya, yang rata-rata ibu rumah tangga.

Tantangan itu dijawab dengan inovasi, untuk membuat keripik pedas aman dikonsumsi. Dalam hal pemilihan bumbu. Yuyun memutuskan menggunakan cabai rang telah dimasak, sehingga lebih higienis dibandingkan bubuk cabai instan. Alasannya, keripik pedas harus membuat konsumennya tetap sehat. Ia pun menjaga penampilan dan keunikan rasa keripiknya.

Tak sampai di sana. Yuyun juga segera membuat sertifikat pembinaan industri rumah tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan setempat. Melalui proses sertifikasi tersebut, secara otomatis kualitas bahan baku dan higienitas produk menjadi terjamin.

Melihat semakin besarnya antusias pasar, Yuyun membentuk pola pemasaran keripik dengan kualitas dan kemasan premium. Ia menggandeng pihak ketiga, yang memiliki jaringan dan visi pemasaran kreatif untuk bersaing di pasar. Untuk pasar premium, keripik singkong Suyun diberi merek Seuhah.

Wenina Iwen dan I lani Pur-wanti menangkap peluang tersebut. Dengan pola pemasaran modem, keduanya membuat keripik Seuhah menembus pasar premium dengan harga terjangkau.

"Pola pemasarannya dengar membangun pencitraan, antara lain dengan menggunakan situs jejaring sosial. Dunia maya penggunanya heterogen, sehingga bisa menyasar berbagai segmen konsumen sekaligus," kata Iwen.

Sejak empat bulan lalu, Iwen dan Hani telah menjual sekitar 2.000 kg keripik Seuhah dalam kemasan berbobot 200 gr per bungkus-nva. Pesanan terbanyak di dominasi dari Bandung dan sekitarnya serta Jakarta.

Strategi lain adalah dengan mengikutsertakan keripik tersebut pada sejumlah pameran untuk membangun brand awarness keripik Seuhah. Beberapa waktu lalu keripik tersebut menjadi salah satu peserta pameran Cooperative Fair 2011 di Lapangan Gasibu, Bandung.

"Salah satu kelemahan produk UM KM ialah dalam hal pemasaran. Oleh karena itu, perlu membuat pemasaran yang tidak tradisional," kata Iwen.

0 komentar:

Post a Comment