Wednesday, September 21, 2011

Jualan Pot Raksasa agar Cepat Dapat Laba

Jika Anda penggemar produk seni kriya, ada baiknya Anda menyinggahi Kampung Kosambi, Desa Bumi Jaya, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang, Banten. Di sana terdapat sekitar 100-an perajin gerabah yang dulu pernah jaya menjadi tujuan wisata seni kriya wisatawan asing.

Seni  kriya adalah seni yang lama berkembang di Nusantara Bukti ini bisa terlihat dari temuan artefak gerabah oleh arkeolog di wilayah Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa kerajinan gerabah sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Uniknya, karya seni kriya masih diproduksi hingga sekarang.

Salah satu sentra yang memproduksi gerabah ini ada di Kampung Kosambi, Desa Bumi Jaya, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Untuk sampai ke desa ini, bila naik motor dari Serang hanya butuh waktu 45 menit.

Suasana desa penghasil gerabah ini juga menyenangkan mata. lihat saja hamparan sawah yang mengitari Desa Bumi Jaya. Warna hujau dari tanaman padi yang menjelang berbuah sungguh menghibur mata. Begitusampai di Kampung Kosambi, di situ akan terpampang jelas di papan nama "Sentra Industri Gerabah Bumi Jaya".

Saat menyusun Kampung Kosambi terlihat aneka bentuk gerabah yang dipajang di depan rumah warga. Desa Bumi Jaya memang sudah terkenal sebagai sentra gerabah sejak J 975 dan menapaki masa keemasan pada 1990-an. "Waktu itu hampir seluruh penduduk menjadi perajin gerabah," tutur suhaimi Alwan, perajin gerabah yang juga Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Perajin.

Era Orde Baru, Kampung Kosambi sering dikunjungi wisatawan asing yang tertarik melihat pembuatan gerabah dengan alat sederhana Bahkan ada juga wisatawan asing yang belajar membuat gerabah di situ.

Sebagian dari mereka bahkan menetap sementara di kampung yang berlokasi sebelah timur Serang ini. "Kebanyakan yang belajar itu orang Jepang," kata Maksudi Ashari, yang juga p.erajin gerabah. Namun, kisah wisatawan asing itu tinggal kenangan. Sekarang ini, jangankan wisatawan asing belajar bikin gerabah, sekadar berkunjung-pun wisatawan itu sudah enggan.

Padahal proses pengerjaan gerabah itu tak berubah sama sekali. Perajin masih seperti dulu, membuat gerabah dengan .alat sederhana; sebutlah tungku bakar, alat pemutar tanah liat menggunakan tenaga manusia (perbot). "Semua tak berubah, walaupun zaman sudah canggih," ungkap Maksudi.

Walaupun tak ada lagi wisatawan asing datang, bukan berarti geliat bisnis di Kampung Kosambi ikut sirna. Memang jumlah perajin surut tapi bisnis gerabah masih menggeliat. Pesanan gerabah masih datang dari Jakarta, Tangerang, dan Bogor.

Gerabah yang laris di Ibukota dan sekitarnya itu antara lain gentong, tempa-yan, pot bunga, tungku, koui (wadah bakar emas), pendil (kendil), kendi, celengan, patung untuk taman, dan berbagai bentuk karya seni kriya lainnya "Pengiriman masih rutin kami lakukan setiap pekan," kata Jamaliul-lael, Ketua Koperasi Perajin Gerabah kampung Kosambi.

Salah satu produk unggulan Kampung Kosambi adalah pot bunga berukuran besar. Jamallullael bilang, pot bunga besar sulit diproduksi perajin daerah lain karena kualitas tanah liat tidak mendukung. "Beda dengan kami yang memiliki tanah liat terbaik," klaimnya

Berkat gerabah itu 100-an perajin gerabah mendulang omzet hingga belasan juta per bulan. "Laba bisa 40% karena kami tidak beli bahan baku," tambah Maksudi.

0 komentar:

Post a Comment