Sunday, July 24, 2011

Bersaing lewat Sepatu Pesanan

Hobi tidak hanya menjadi sesuatu hal yang dilakukan pada waktu luang dan hanya ditujukan untuk memenuhi keinginan maupun kesenangan semata, namun bila disalurkan secara tepat justru bisa menghasilkan pundi-pundi uang.

Setidaknya itulah gambaran singkat kisah hidup yang dialami Elly Susilawati, pemilik EThree Handmade Shoes. Berangkat dari hobinya mengoleksi sepatu-sepatu branded dan sering kali mendapatkan sepatu yang tidak tepat sehingga membuat kakinya sakit, Elly begitu sapaan akrabnya, mantap membuka bisnis pembuatan sepatu di Jakarta. Dengan menceritakan perjuangannya dari awal merintis bisnis sepatu hingga saat ini pada harian Seputar Indonesia (SINDO), Elly pun mengenang masa-masa suka dan duka yang dijadikannya sebagai penye-mangat menjalankan EThree.
Tepatnya sebelas tahun yang lalu, Elly mengawali EThree hanya dengan modal dan perlengkapan seadanya. Bertempat di rumah sekaligus workshop EThree yang berada di daerah Pasar Minggu, Elly meniti bisnisnya hanya dibantu ketiga anaknya yang masih kecil-kecil pada saat itu, disebabkan suami Elly yang menderita sakit stroke dan hanya bisa terbaring di tempat tidur. Tiga tahun berselang, pada 2003 suami Elly meninggal dunia, alhasil Elly harus berjuang dengan tangannya sendiri menopang perekonomian keluarganya.

"Kalau diingat-ingat perjuangan saya merintis EThree, saya suka sedih. Tetapi hidup harus terus berjalan, apalagi anak-anak saya masih kecil pada saat itu. Hanya pegang Rpl juta di tangan dan mesin jahit sederhana, saya modal nekat buka EThree," ujar Elly. Elly pun tidak lantas patah arang dengan keadaannya sebagai sing/epa rent.dimanadiri-nya harusberperan sebagai ibu dan bapak bagi ketiga anak-nya. Kesungguhan hati dan pikiran selalu dicurahkan Elly untuk membesarkan bisnisnya tersebut, termasuk dalam hal mencari jati diri dari bisnis yang dijalankannya. Ciri khas dari usaha yang dipegangnya seakan menjadi tolak ukur kesuksesan EThree hingga saat ini.

Berbicara mengenai ciri khas EThree, berdasarkan dari pengalaman pribadinya yaitu sering menemukan sepatu yang tidak nyaman bagi kakinya dan mengakibatkan rasa sakit, Elly pun mendapatkan ide bisnis yang bisa memenuhi permintaan dan keadaan kaki si pemesan.

Sepatu handmade berbahan dasar kulit yang bisa disesuaikan dengan bentuk kaki dan desain yang diinginkan si pemesan, tentunya sudah banyak bisnis lain yang menawarkan hal serupa. Namun, yang berbeda dari EThree adalah menyediakan sepatu idaman yang sesuai dengan anatomi kaki, baik bagi kaki normal maupun kaki asimetris. Kuncinya terletak pada kaki asimetris, di mana Elly menjelaskan bahwa belum banyak usahayang berani menyandang keunikan itu seperti di EThree. Lanjutnya, kaki asimetris itu sendiri adalah di mana bentuk kaki memiliki perbedaan, baik kaki kanan dan kiri, entah itu yang besar sebelah atau kecil sebelah,maupun dari sisipung-gung telapak kaki yang kurus atau tidak.

"Di EThree bukan kaki yang mencari sepatu, tetapi sepatu yang mencari kaki. Kaki itu unik dan terkadang kita tidak sadari bahwa bentuknya tidak sesuai dengan sepatu yang banyak dijual di pasaran saat ini. EThree memberikan solusinya, pelanggan bisa pesan sepatu sesuai dengan anatomi kaki mereka. Itu yang paling penting," kata wanita kelahiran Garut 27 Agustus 1967 ini.

Seiring berjalannya waktu, Elly pun sadar akan potensi besar yang sudah menanti EThree kedepan baik di Tanah Air maupun di kancah Dunia. Untuk mendukung itu semua, Elly pun memutuskan untuk meminjam modal sebesar Rp30 juta kepada Bank BM. Elly pun menjelaskan bahwa bantuan dari perbankan sangat mem-bantu proses EThree dalam melebarkan sayapnya. Setelah 1-3 tahun, EThree pun bisa berjalan sendiri tanpa bantuan perbankan. Guna memasarkan produk-produknya yang tidak hanya melulu sepatu kulit, seperti tas dan jaket, Elly menjelaskan dirinya juga sering mengikuti pameran. "Saya sangat rajin ikutan pameran-pameran dari tingkat paling bawah sampai provinsi. Selain itu, EThree juga mitra binaan Sucofindo dan itu sangat membantu sekali dalam pemasaran produk," ujar pebisnis yang juga memasarkan produknya dengan mouth bv mouth ini.

Berbicara mengenai kendala yang dilewatinya dari awal merintis hingga kini, Elly pun merasa bersyukur karena tantangan-tantangan itulah yang membuat EThree semakin kuat di jalurnya. Dengan ciri khas yang dipegang EThree, Elly memaparkan bahwa dari 240 juta penduduk Indonesia, sebesar 30% adalah pengguna alas kaki dan sebesar 0,5% itu adalah pemilik kaki asimetris. Hal tersebut yang menjadi pegangan Elly dalam menjalankan bisnisnya. Lanjutnya,kendala itu bisa muncul dari segala aspek, seperti SDM, bahan baku, modal, dan pelanggan, namun, kendala yang terpenting bagi Elly adalah bagaimana EThree tidak mengecewakan para pelanggannya dengan sepatu yang telah dipesan, terutama pada pelanggan yang memiliki kaki asimetris.

"Kaki asimetris adalah tantangan bagi EThree, justru itu yang saya sukai. Bagaimana kami bisa membuat sepatu yang sesuai dengan bentuk kaki tersebut. Saya harus memastikan dengan benar-benar dan teli ti pada sepatu yang saya buat. Seluruh tenaga dan pikiran, tercurah ke sana," katanya.

Mengenai proses pembuatan sepatu di EThree, sebelumnya si pemesan terlebih dahulu diukur anatomi kakinya. Dalam hal ini, Elly pun bekerja sama dengan dokter ortopedi dengan menerima resep dari si pemesan. Setelah itu, dibuat-lahcetakankakiyangsudah benar-benar pas dan si pemesan tinggal menunggu selama 7-10 hari untuk memakai sepatu yang mereka pesan.

Bila berbicara mengenai bagaimana perjuangan Elly dari awal hingga kini dalam merintis EThree, seakan tak ada habisnya. Perjuangan mati-matian Elly pun seakan berbuah manis dengan pencapaian omzet hingga Rp650 juta per tahun atausekitarRp54 juta perbulan dan menjual hingga ribuan pasang sepatu dalam sebulan. Tidak hanya itu, Elly pun telah menjadikan kedua anak laki-lakinya menjadi Sarjana Sastra Inggris dan Perhotelan, serta masih menguliahkan anak ketiganya di salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Jakarta. "Kalau saya ingat-ingat perjuangan saya dulu, seakan-akan saya nggak pernah ada capeknya. Dari pagi sampai malam bekerja di workshop, terlebih lagi harus ada waktu untuk anak-anak saya. Perjuangan itu yang mengantar saya ke posisi sekarang," kenang Elly.

0 komentar:

Post a Comment