Wednesday, July 20, 2011

Prospek Cerah Usaha Pakan Unggas Rumahan

Terus melambungnya harga pakan unggas produksi pabrikan membuat peternak harus pintar memutar otak. Apalagi porsi biaya pakan bisa mencapai 70-80% dari total biaya pemeliharaan unggas. Karena itulah, peluang untuk pakan unggas produksi rumahan sangat cerah. Apalagi pakan unggas rumahan ini bisa dibuat aan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat dengan kualitas tak kalah dengan pakan unggas pabrikan. Sejauh mana peluang usaha pakan unggas rumahan?

Pakan merupakan kebutuhan primer termasuk ternak unggas, seperti ayam dan bebek. Menurut Drh FX Sudirman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) kapasitas produksi pakan baru memenuhi 60% kebutuhan dan diperkirakan industri pakan tahun ini akan tumbuh sekitar 8%. Ditambahkan Nahrowi Ramli, Sekjen AINI (Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia) bahwa industri pakan Indonesia baru memproduksi pakan sebanyak 8,9 juta ton/tahun dan diprediksi tahun 2012 akan mencapai 10,66 juta ton. Dari total produksi tersebut, 83% digunakan untuk unggas (ayam dan bebek).


Angka-angka di atas menunjukkan prospek produksi pakan unggas terutama ayam dan bebek yang permintaannya lebih besar dibandingkan ternak ruminansia. Apalagi harga pakan unggas produksi pabrikan jauh lebih mahal 30-70% dibandingkan pakan produksi rumahan atau yang diproduksi UKM. Sebagai contoh pakan ayam (fase starter umur 1-3 bulan) produksi pabrikan seperti PT. Charoen Pokphand Indonesia seharga Rp 242.500/50 kg, sedangkan pakan ayam rumahan hanya Rp 150 ribu/50 kg. Atau dengan kata lain lebih murah sekitar 38%.

Syarat Bahan dan Alat Untuk membuat pakan unggas rumahan, bisa menggunakan bahan baku yang ada di sekitar lingkungan. Ada beberapa jenis bahan baku yang sebaiknya digunakan untuk membuat pakan unggas rumahan,

antara lain:

■ Jagung dengan kisaran pemakaian sampai 50%.

■ Dedak dengan pemakaian 5-8%. Jika tidak ada dedak bisa diganti dengan poOard (hasil samping industri terigu berupa powrier/tepung)

■ Bungkil kedelai yang biasanya dipakai sebanyak 10-25%. Sampai  saat  ini   bungkil  tersebut 100% impor. Bungkil ini merupakan sumber protein nabati yang paling berkualitas karena asam amino yang seimbang. Sehingga bahan pakan penggantinya tidak akan sebagus bungkil kedelai.

■ MBM   {Meat  Bone Meal)   atau tepung daging dan tulang dengan kisaran pemakaian 1-8%. Jika tidak tersedia, bahan ini bisa digantikan dengan tepung ikan. Sama halnya dengan bungkil kedelai, MBM 100% masih impor.

■ CGM (Corn Gluten Meat) yang terbuat dari jagung. Pemakaiannya berkisar 3-8%. Bahan inilah yang membuat warna kuning cerah dan bau ransum/pakan cukup enak. CGM inilah yang bisa digunakan jika bungkil kedelai tidak tersedia.

■ Sumber mineral dan vitamin dengan pemakaian berkisar 0-5%. Seperti DCP (dicalsium phosphat). premix, asam amino Lisin-Metionin.

Selain bahan baku, untuk membuat pakan unggas rumahan dibutuhkan peralatan standar yakni timbangan, mesin penggiling, terpal, sekop dan mesin jahit karung. Timbangan tentu sangat penting untuk mengukur jumlah bahan baku yang digunakan serta jumlah pakan yang akan dijual. Mesin penggiling untuk menghaluskan bahan baku dan tempat mencampur. Terpal berfungsi sebagai wadah penjemuran. Dan mesin jahit karung untuk menutup karung plastik sebagai kemasan pakan curah. Di luar peralatan tersebut, bisa dipakai peralatan lainnya dengan investasi tambahan, yakni berupa oven untuk mengeringkan bahan pakan dan pakan agar pe ngeringannya tidak terlalu tergantung sinar matahari.

Hal lain yang tak kalah penting bagi pemula perlu menentukan lokasi produksi, sehingga bisa menghemat biaya transportasi. Sebaiknya lokasi produksi dekat dengan sumber bahan baku. Namun jika hal tersebut sulit dilakukan, cukup menempatkan lokasi produksi pada jalur yang mudah diakses transportasinya. Pelaku usaha bisa mencontoh strategi yang dilakukan oleh perusahaan besar pakan di Jakarta yang lokasinya banyak di pinggir laut Hal ini bertujuan untuk memudahkan akses barang dari berbagai daerah dan bongkar muat barang.

Saat ini sentra produksi pakan unggas di Indonesia, antara lain berada di Jakarta Utara, Bogor, Banten, Tangerang, Jawa Barat (Bekasi, Majalengka, Cianjur, Cirebon), Jawa Tengah (Banjarnegara), Jawa Timur (Blitar, Mojokerto), Sawah Lunto (Sumetara Barat), Lampung, dan Kalimantan Selatan.

Uji Kadar Protein Pakan. Pembuatan pakan unggas dimulai dengan pemilihan bahan yang tersedia di sekitar lokasi usaha, harga murah dan berkualitas tinggi, kemudian disusun kadar protein sesuai spesifikasi/umur ternak. Untuk bebek dibutuhkan pakan yang lemaknya lebih banyak, sedangkan untuk pakan ayam, jagung dan bungkil kede lainya lebih banyak. Pengujian kadar protein pakan unggas ini sangat berguna untuk menentukan harga jual pakan, sebab tiap 1% kadar protein bisa dihargai Rp 120-200.

Cara menyusun kadar protein pertama kali ditentukan dulu pakan tersebut akan diberikan unggas untuk umur berapa. Lalu lanjutkan dengan uji lab untuk menentukan kadar protein masing-masing bahan bakunya. Dari sana produsen bisa mengukur banyaknya bahan baku yang akan digunakan. Sebenarnya komposisi bahan baku sudah memiliki standar tersendiri dari NRC (National Research Counc/7/Dewan Riset Nasional), jadi produsen bisa mengikuti atau membuat variasi tersendiri, yaitu kadar protein pakan untuk bebek dan ayam fase starter (21-23%). grower (19-20%) dan fase finisher/layer (18%).

Bahan baku pakan kemudian ditimbang sesuai dengan komposisi, di-m/'x sampai tercampur rata lalu dibuat pellet atau crumble/ granula/serbuk. Agar lebih akurat, pakan yang sudah jadi juga bisa diuji lab untuk mengetahui kadar protein pakan.

Uji lab kadar protein oleh produsen pakan bisa dilakukan di beberapa tempat, seperti lab pakan milik Departemen Pertanian, lab pakan milik universitas yang memiliki fakultas peternakan, balai penelitian ternak dan Sucofindo. Biaya yang dikeluarkan untuk menguji pakan tersebut berkisar Rp 50-500 ribu/sample.

Menurut Nahrowi Ramli, Sekjen AINI, seharusnya yang menguji kadar protein bahan baku adalah penjual bahan baku, bukan produsen pakan unggas agar tahapan produksi sampai siap jual menjadi lebih singkat Apalagi dengan pengujian di lab tentu memberikan nilai lebih pada produk yang dijual karena telah memiliki kekuatan penjualan dari keakuratan data.

Selama ini produsen pakan baru melakukan pengujian kadar protein kasar (untuk mengetahui banyaknya kandungan nitrogen pada pakan), sehingga kecurangan sering terjadi. Misalnya ada pelaku yang menambahkan tepung bulu ayam atau tepung darah sapi atau kambing yang kadar proteinnya cukup tinggi (masing-masing 84% dan 80%) demi mengejar   keuntungan besar. Padahal mereka tahu bahwa tepung bulu ayam dan tepung darah sapi atau kambing sangat tidak baik jika dikonsumsi hewan atau manusia karena daya cemanya sangat rendah. Untuk itulah, bisnis ini sangat mengandalkan kejujuran produsen pakan unggas.

Pemasaran.

Dalam pemasaran, biasanya produsen pakan unggas rumahan menjual langsung ke konsumen (peternak) atau ke supplier, seperti yang dilakukan Hadi Pumomo, produsen pakan bebek di Cirebon dan Ishak, produsen pakan ayam dan bebek di Crtayam-Oepok.

Menurut Nahrowi produsen pakan sebaiknya memiliki pola bisnis yang terintegrasi mulai dari hulu ke hilir. Dalam hal ini produsen pakan sudah memiliki bahan baku dari lingkungannya sendiri, hingga dalam hal penjualan produk jadi, misalnya pasar yang disasar kelompok tani (peternak) sebagai pengguna sehingga bisnisnya bisa berjalan dengan pasti dan aman. Jadi tidak perlu pusing lagi mencari pasar.

Pakan unggas rumahan biasanya tidak memiliki merek produk dan dijual secara curah, namun bila usaha pakan unggas rumahan ini sudah berkembang sebaiknya diberikan merek pada kemasan pakan dilengkapi keterangan sesuai SNI, antara lain nama (merek pakan), nama produsen, nomor izin perusahaan, nomor izin produksi, nomor pendaftaran, jenis dan kode pakan, persentase kadar air, persentase kadar protein kasar, persentase lemak kasar, persentase serat kasar, persentase abu, kalsium, fosfor, kode produksi, tanggal kedaluwarsa, cara penggunaan pakan, bahan baku penyusun pangan, dd.

Kendala. Hingga saat ini pelaku kecil tentu masih kesulitan jika ingin mengejar kualitas produk perusahaan pakan yang besar. Lihat saja dari harga bahan baku, mereka biasanya membeli bahan baku dari jalur tata niaga yang panjang, misalnya dari pedagang bukan dari pabrik langsung atau distributor besar. Tentu harga bahan baku yang diperoleh lebih tinggi dari bahan baku untuk perusahaan besar. Karena mahalnya harga bahan baku, akan membuat produsen pakan unggas rumahan mengurangi jumlah bahan baku penting yang digunakan. Pengurangan tersebut, otomatis membuat kualitas pakan menjadi kurang bagus atau kurang optimal.

Untuk mengatasi kondisi seperti itu, pelaku usaha seharusnya mencari altematif dengan memanfaatkan bahan baku yang mudah didapat atau yang ada di sekeliling mereka. Seperti yang dilakukan Retno Hadi Pumomo, produsen pakan bebek di Cirebon yang menggunakan kepala ikan tuna sebagai bahan utama. Sedangkan Ishak, produsen pakan ayam dan bebek di Citayam-Depok tetap menggunakan bahan baku sesuai anjuran namun diberi tambahan bahan campuran dari sisa tepung makanan siap saji dan han curan kue dari pabrik. Meski dari bahan baku alternatif, namun pakan yang mereka buat tetap disukai para peternak karena memberi hasil yang baik terhadap hewan. Dari usaha pakan rumahan tersebut bisa diperoleh keuntungan sampai 30%.

0 komentar:

Post a Comment