Saturday, November 12, 2011

Budidaya kunyit makin menggiurkan

Kunyit termasuk salah satu tanaman rempah dan bahan baku obat alami asli dari wilayah Asia Tenggara. Karena manfaatnya yang cukup besar serta permintaan banyak, budidaya kunyit pun mampu mendatangkan omzet hingga puluhan juta rupiah sebulan.

Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman dengan nama latin Curcuma domestica ini tumbuh subur dan liar di sekitar hutan/bekas kebun. Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal dan menyembuhkan kesemutan.

Kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri jamu tradisional makin meningkat tiap tahun. Peluang inilah yang ditangkap oleh Zulkarnaen, pemilik CV Shinta Pratama di Ciamis, Jawa Barat.

Ia memanfaatkan lahan seluas 7 hektare (ha) untuk menanam kunyit. Tiap hektare mampu menghasilkan kunyit sebanyak 30 ton per enam bulan. Ini berarti, dalam sebulan, Zulkarnaen mampu memanen kunyit sekitar 35 ton dari seluruh lahannya.

Dengan harga jual sebesar Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per kilogram (kg), Zulkarnaen mampu mendulang omzet hingga Rp 90 juta per bulan dari tanaman kunyit. Ia memilih bercocok tanam kunyit karena umbi berbentuk rimpang yang berwarna kuning tua ini lebih menguntungkan daripada membudidayakan tanaman tahunan berbatang keras seperti albasia maupun pohon jati. "Pasarnya juga mudah, bisa ke pasar tradisional dan pabrik jamu," kata Zulkarnaen.

Menurutnya, peluang pasar tanaman obat masih cukup luas, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Data dari Gabungan Pengusaha Jamu menunjukkan, omzet perdagangan jamu nasional tidak kurang dari Rp 3 triliun per tahun.

Zulkarnaen bilang, bibit tanaman kunyit yang baik berasal dari pemecahan rimpang tanaman asalnya. "Cukup berasal dari rimpang yang telah berumur lebih dari 7 hingga 12 bulan," jelas Zulkarnaen.

Setali tiga uang dengan Zulkarnaen, M Hadi, pemilik Yayasan Lintang Asri di Jakarta Timur juga mengamini budidaya kunyit mampu menebalkan kantong. Pasalnya, di Indonesia budidaya tanaman kunyit masih belum banyak.

Di lahannya seluas 4 ha, Hadi menanam aneka tanaman herbal, seperti kunyit, jahe merah, temulawak dan temu putih. Untuk tanaman kunyit, Hadi memanfaatkan lahan seluas 500 m2. "Dalam sebulan, saya bisa menghasilkan tanaman kunyit sekitar 500 kg," kata Hadi.

Hadi membagi tanaman kunyit produksinya menjadi tiga kualitas, yakni grade 1, grade 2 dan grade 3. Setiap grade ini, memiliki harga jual berbeda. Untuk grade 1, Hadi membanderol harga Rp 12.000 per kg, grade 2 sebesar Rp 7.000 per kg, dan harga grade 3 sebesar Rp 3.000 per kg.

Selain menjual tanaman kunyit segar yang dipasok ke pabrik jamu, Hadi juga menjual hasil olahan tanaman kunyit yakni sirop kunyit dan serbuk kunyit. Menurutnya, produk olahan kunyit cukup digemari. Bahkan, ia sering kewalahan dalam melayani pesanan.

Kini, ia telah memproduksi sekitar 250 botol sirop kunyit per bulan dengan harga Rp 30.000 per botol. "Kalau serbuknya sekitar 100 kg sebulan," kata Hadi. Alhasil, dari kunyit, Hadi mampu mendulang omzet Rp 30 juta per bulan.

0 komentar:

Post a Comment