Tuesday, November 22, 2011

Laba nan cantik dari guci berbalut kulit telur

Tanpa isi, kulit telur sejatinya hanyalah sampah. Namun, kulit telur bisa menjadi penghias keramik sederhana menjadi bernilai tinggi. Produk keramik pun tampil unik dan cantik dalam balutan kulit telur. Bahkan, berkat kerajinan kulit telur ini, para perajinnya bisa mendulang omzet puluhan juta dan mampu mengekspor ke luar negeri.

Kulit telur yang notabene adalah sampah, ternyata mampu mempercantik barang kerajinan. Salah satunya, guci hias yang dibalut dengan pecahan kulit telur. Guci pun tampil unik hingga memiliki nilai ekonomi dan menjadi peluang usaha yang menjanjikan.

Dalam beragam kerajinan keramik, Bambang Triyanto, pemilik Gabah Handycraft, menggunakan kulit telur sebagai penghias guci buatannya. Bambang yang pernah bekerja di produsen keramik asing ini mulai menggeluti pembuatan guci kulit telur sejak 2004.

Bambang mendapatkan kulit telur dari pedagang bakmi dan nasi goreng di sekitar rumahnya di Yogyakarta. Setiap bulan, ia mampu menghasilkan 600 hingga 700 kerajinan, seperti guci hias dan botol hias berbalut kulit telur. Bambang memproduksi kerajinan ini dengan bantuan enam karyawannya.

Banderol harga kerajinan ini bervariasi, yakni mulai Rp 20.000 hingga Rp 300.000. Tiap harinya, Bambang mampu mendulang omzet antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Alhasil, saban bulan omzet Bambang bisa mencapai Rp 60 juta. "Selain pembeli lokal, beberapa barang juga sudah diekspor ke Jepang," tutur Bambang.

Meski berasal dari limbah telur, Bambang menuturkan, kerajinan kulit telur ini awet. Sebab, kulit telur tahan api, pergantian cuaca, dan juga tahan terhadap hama ataupun rayap. Warna kuli kulit telur juga tak akan pudar meski terpapar sinar matahari.

Bahkan, dari kulit telur, Bambang mampu membuat corak warna. Misalnya, ia menggunakan telur ayam kampung untuk mendapatkan corak warna hitam kemerah-merahan. Sedangkan, kulit telur burung puyuh akan menimbulkan corak hitam.

Penggunaan kulit telur sebagai bahan finishing guci ini juga cukup mudah. Langkah awal, kulit telur harus direbus terlebih dahulu. Setelah itu, baru dibersihkan dari kulit arinya dan dijemur. Setelah benar-benar kering, kulit telur tersebut siap ditempelkan dengan lem pada guci yang akan dihias.

Namun, sebelum proses penempelan dimulai, guci yang akan dihias itu harus direndam di dalam air selama 15 menit. Guci itu sebaiknya jangan dicat terlebih dulu. Setelah dikeringkan, perajin pun harus memberi gambar unik di guci. Setelah itu, barulah proses penempelan dimulai.

Pada bagian guci yang ingin ditempel dengan telur, perajin harus melapisinya dengan lem terlebih dulu. Baru kemudian kulit telur ditempelkan. "Setelah semua bagian ditempel dengan kulit telur kering, kemudian haluskan kulit telur dengan amplas lembut," kata Bambang. Setelah rata penghalusannya, guci tersebut dilap dengan kain yang sedikit dibasahi oleh air.

Di lain tempat, Titik Shavieq, perajin kulit telur asal Solo, lebih memilih kulit telur puyuh, ketimbang telur bebek atau ayam, sebagai penghias kerajinannya. Ia memilih kulit telur puyuh karena coraknya cukup unik dan bagus. "Hasilnya pun bisa lebih bagus daripada telur biasa," jelas Titik. Hanya saja, kulit telur puyuh sulit diperoleh. Untuk mendapatkan kulit telur puyuh ini, Titik mempunyai langganan pedagang telur yang memasok. Sayangnya, si pedagang itu belum mampu memasok kulit telur puyuh secara rutin.

Selain guci hias, Titik juga menyulap limbah kulit telur menjadi lampu hias, asbak, tempat tisu, dan tempat lilin. "Semua kerajinan ini cukup diminati, baik wisatawan lokal maupun asing," kata Titik.

Titik mulai bergelut di usaha kerajinan keramik berhias kulit telur ini sejak 2006. Dengan modal Rp 3 juta, ia membeli kulit telur, tanah liat, dan amplas.

Berkat keterampilannya mengutak-atik cangkang telur, Titik kemudian membuka gerai di Jalan Untung Suropati, Pasar Kliwon, Solo, untuk menawarkan barang kerajinannya. Ia menjual kerajinan guci hias dan lampu hias kulit telur mulai dari Rp 75.000 hingga Rp 600.000.

Sayang, Titik enggan mengungkapkan besaran omzet yang ia terima tiap bulan. Ia hanya bilang, saban bulan omzetnya bisa mencapai puluhan juta rupiah. "Karena dapatnya tak tentu, ada satu bulan sampai puluhan juta, ada juga yang cuma dapat Rp 7 juta per bulan," kata Titik.

0 komentar:

Post a Comment