Wednesday, November 23, 2011

UKM Kerajinan Oniks Tulungagung, Tetap Percaya Diri Hadapi Produk China

Hanya dengan modal Rp 1 juta, Supriyono mengawali usaha kerajian batu oniks. Melalui berbagai perjuangan yang sangat berat, kini ia menjadi pelaku UKM yang sangat sukses. Pada 1992, dengan tekad bulat Supriyono merintis usaha kerajinan batu oniks. Saat itu, usaha tersebut merupakan satu-satunya penyambung hidup bagi dirinya, orang tuanya, maupun bagi adik-adiknya yang masih kecil. Kini, ia merasakan bahwa hasil usahanya tersebut melebihi dari yang ia perkirakan sebelumnya.

“Inilah hasil perjuangan masa lalu. Untuk mencapai sukses memang tidak mudah,” kata Supriyono, yang ditemui SH di ruang pamer “Mutiara Onix”, Jalan Raya Popoh, Desa Gamping, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, awal pekan lalu.

Ia mengatakan, pengetahuan tentang batu oniks didapatnya sekitar 1990. Saat itu Supriyono bekerja di salah satu perusahaan kerajinan oniks di sekitar rumahnya. Dengan menjadi karyawan di perusahaan tersebut, Supriyono tahu banyak tentang usaha tersebut, mulai dari pemilihan bahan yang bagus, proses produksi, pemilihan desain, hingga pemasaran. Saat itulah naluri wirausahanya muncul.

Dua tahun kemudian, Supriyono memutuskan keluar dari perusahaan tersebut, dan memberanikan diri membuka usaha kerajinan yang sama. “Waktu itu saya hanya punya uang tabungan Rp 1 juta. Uang itulah yang saya jadikan modal awal untuk membeli bahan baku ,” katanya.

Karena waktu itu tidak memiliki mesin produksi, ia hanya memproduksi oniks yang kecil-kecil, dan semuanya dikerjakan dengan tangan. “Saya hanya bisa memproduksi berbagai bentuk cenderamata kecil, karena tidak membutuhkan alat-alat produksi yang canggih,” ujarnya.

Lambat laun, usaha itu pun terus berkembang. Namun sayang, ia tidak memiliki modal yang cukup untuk memenuhi permintaan konsumen. Akhirnya, ia harus berutang ke sana-kemari untuk memenuhi permintaan konsumen.

Berkat kegigihannya menawarkan produknya di berbagai istansi, akhirnya pada 2000 usaha Supriyono mulai dilirik Dinas Perdagangan Kabupaten Tulungagung. Beberapa kali ia ikut pameran yang disponsori pemerintah daerah setempat. “Saat itulah kami mulai dipercaya bank. Mereka berani memberikan kredit tanpa agunan. Itulah awal kebangkitan kami,” katanya.

Pasar Ekspor

Permintaan pasar yang terus meningkat membuat Supriyono semakin percaya diri mengembangkan usaha kerajinan batu oniks ini. Ia mulai membeli berbagai peralatan mekanik untuk mempermudah dan mempercepat proses produksi. Hingga saat itu, berbagai produk kerajinan ini tidak hanya dinikmati pasar dalam negeri, tetapi sudah merambah pasar ekspor ke berbagai negara, baik di Asia, Amerika, dan Eropa.

Negara tujuan ekspor di antaranya Amerika Serikat, negara-negara Eropa seperti Prancis, Italia, Inggris dan Cekoslovakia, serta negara-negara Asia seperti Taiwan, Jepang, dan Hong Kong. Sementara itu, hasil produk yang banyak diminati pasar ekspor adalah kitchen set, perlengkapan kamar mandi, serta berbagai bentuk hewan.

Untk pasar dalam negeri lebih banyak dikirim ke Bali, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, dan beberapa daerah di Kalimantan. Hasil produk yang banyak diminati adalah pernik-pernik seperti tempat tisu, hiasan meja, dan beberapa bentuk cenderamata. “Kami terus menjaga kualitas agar konsumen puas,” tuturnya.

Meski sudah cukup sekses, saat ini Supriyono menghadapi pesaing yang cukup berat, yakni produk-produk oniks dari China. Ini karena produk oniks dari China harganya relatif lebih murah dibanding oniks yang diproduksinya.

Menurut Ida, istri Supriyono, untuk menyiasati agar kosumen tetap membeli kerajinan oniks produksinya, kualitas bahan harus dijaga. Pihaknya meyakinkan para konsumen bahwa bahan oniks produksinya lebih baik dibanding produk China.

Bahkan, lanjutnya, bahan baku oniks ini tidak hanya berasal dari Tulungagung, tetapi juga didatangkan dari Malang, Bawean, Trenggalek, Bojonegoro, dan Blitar. “Oniks dari Bojonegoro memiliki kualitas paling bagus, sehingga harganya lebih mahal 40 persen dibanding oniks dari daerah lain,” ujar Ida. Hingga saat ini, jurus tersebut masih cukup ampuh untuk mempertahankan kepuasan pelanggan.

Sebelumnya, lanjut Ida, memang ada pembeli dari Belanda yang kompain karena harga kerajinan oniks di Tulungagung lebih mahal. Tetapi setelah pihaknya melakukan demo uji kualitas dengan menyorot oniks pruduksinya dengan cahaya lampu, ternyata lebih tembus seperti kaca.

“Akhirnya pembeli tersebut semakin yakin bahwa oniks Tulungagung lebih baik dibanding produk China,” katanya dengan girang. Kepuasan pelanggan menjadi kunci kesuksesan usahanya.

0 komentar:

Post a Comment