Tuesday, November 1, 2011

Mengantongi laba dari usaha pembuatan tea bag

Laris manisnya penjualan teh, jamu, dan kopi dalam kantong celup mendorong permintaan kantong celup atau tea bag. Meski masih melayani permintaan dari pelaku usaha di tingkat menengah dan UKM, produsen kantong celup ini bisa meraup omzet puluhan hingga miliaran rupiah saban bulan. Maklum, pemain di usaha ini masih sedikit.

Ternyata memproduksi kantong celup atau tea bag bisa menghasilkan omzet hingga miliaran rupiah saban bulan. Maklum, tea bag yang sebelumnya hanya digunakan untuk kantong teh celup ini mulai digunakan juga oleh produsen kopi dan bahkan produsen jamu untuk mempermudah penyajian.
Lebih menarik lagi, meski kebutuhan kantong celup ini makin besar, ternyata pemain di bisnis ini tidak begitu banyak. Itulah sebabnya, Suhartono, pemilik Indo Multi Creative di Surabaya, Jawa Timur, begitu tekun menggeluti usaha pembuatan kantong celup ini. "Saya sudah memproduksi kantong celup ini sejak tahun 1998," ujar Suhartono.

Meski masih sedikit pengusaha yang memproduksi kantong celup ini, Suhartono mengakui persaingan bisnis ini kian ketat. "Hal itu terlihat dengan harga yang makin kompetitif," lanjutnya.

Suhartono hanya memasok produk kantong celup ini ke produsen teh skala menengah dan UKM. "Produsen teh celup raksasa yang menjadi pasar utama di bisnis ini biasanya memiliki unit pembuatan tea bag sendiri," ujarnya.

Indo Multi menjual tea bag dengan harga Rp 135 per piece. Ia mengaku, dalam sebulan dapat menjual hingga 100.000 kilogram tea bag. Asal tahu saja, berat setiap kantong celup rata-rata dua gram. Dengan produksi sebanyak itu, berarti Suhartono mampu memproduksi sebanyak 50 juta kantong celup per bulan.

Selain menjual kantong celup jadi, Suhartono juga menjual filter paper yakni bahan baku pembuatan kantong celup. Dalam sebulan, ia mampu menjual hingga 10 rol dengan harga per rol berkisar Rp 750.000 hingga Rp 1 juta. Satu rol filter paper bisa dipakai untuk pembuatan 50.000 kantong celup.

Meski enggan menyebut perolehan omzet, namun dengan volume penjualan sebesar itu, diperkirakan Suhartono bisa merengkuh omzet hingga Rp 6 miliar lebih per bulannya.

Pemain lain di bisnis ini adalah Edi Setyo Budi. Pemilik UD Raya Kudus yang memproduksi kantong celup selalu menuai kenaikan permintaan setiap bulan. Bahkan, saking banyaknya pesanan, Edi mengaku kewalahan memenuhi lantaran kapasitas produksinya masih terbatas. Padahal, dia memulai bisnis ini secara tak sengaja.

Bisnis asli Edi sebenarnya adalah teh herbal yang dikemas dalam kantong celup. Karena dia sering kesulitan mencari kantong celup, akhirnya Edi memutuskan untuk memproduksi sendiri kantong celup itu. "Dengan membuat kantong sendiri, saya bisa menekan produksi teh herbal," ujarnya.

Dengan dibantu lima karyawan, "Dalam sehari, kami baru mampu memproduksi 15.000 tea bag atau sebanyak 450.000 kantong per bulan," ujar Edi. Nah, sebanyak 350.000 tea bag digunakan Edi untuk produk teh herbalnya sedangkan sisanya, sebanyak 100.000 kantong, dia lempar ke pasar.

Edi banyak melayani pesanan dari produsen jamu tradisional dan produsen kopi. "Tapi saya baru menerima pesanan dari pengusaha kelas UKM," ujarnya merendah.

Pria 31 tahun ini menjual kantong celup dengan harga Rp 150 per buah. Ia mengklaim kantong celupnya tergolong produk premium karena memakai jenis kertas yang lebih tebal.

Tak hanya menjual kantong celup, seperti juga Suhartono, Edi juga menyediakan filter paper atau kertas sebagai bahan baku tea bag. Edi membanderol harga bahan baku kantong celup yang masih diimpor dari Taiwan, China, dan Jerman tersebut seharga Rp 500.000 per rol. Dalam sebulan, Edi bisa menjual hingga lima rol filter paper. "Tiap rol bisa dibuat hingga 30.000 kantong celup," jelas Edi.

Dari usaha pembuatan kantong celup dan penjualan filter paper ini, sarjana teknik elektro dari sebuah universitas di Yogyakarta ini mengaku mampu meraup omzet hingga Rp 20 juta per bulan dengan keuntungan 30%.

0 komentar:

Post a Comment